Senin, 28 Januari 2013

Awalnya...

Mulanya, seorang teman memberitahu saya tentang program ILEP yang sekarang saya ikuti. Program khusus untuk guru dari negara berkembang untuk belajar di universitas di Amerika selama 5 bulan. Saya tertarik sejak lama untuk mengikuti seleksi program ini, namun saya menunggu sampai setidaknya saya punya pengalaman mengajar yang cukup sebagai bekal saya bersaing dengan guru guru lain se-Indonesia. Saat itupun tiba. Saya memutuskan untuk mendaftar dengan segala hal yang bisa saya siapkan. Di saat yang sama, saya juga mempersiapkan untuk mendaftar program beasiswa di Boston University untuk guru di Indonesia. Namun di detik terakhir, saya membatalkan pendaftaran ke Boston University dan fokus pada persiapan seleksi ILEP ini.
Setelah cukup lama menunggu, akhirnya diumumkan bahwa saya diminta untuk hadir mengikuti seleksi wawancara. Kaget? Tentu saja. Karena saya dengar banyak yang mengirim tidak hanya sekali namun masih tidak dipanggil juga, bahkan untuk seleksi. Akhirnya saya berangkat ke Jakarta untuk mengikuti seleksi dengan bekal wejangan ayah saya. Sesampainya di Jakarta, saya menghubungi 2 orang yang saya anggap bisa membantu saya mempersiapkan mental saya :D. Saya menelepon Ben, seorang teman yang juga mendorong saya untuk mendaftar program ini, dia sendiri alumni program AMINEF untuk American Teacher Assistant di Indonesia selama setahun. Dia membantu saya berlatih untuk wawancara! Bayangkan, dua jam sebelum saya berangkat, dia masih sempat memarahi saya karena jawaban saya yang kurang nendang menurut dia. Orang kedua yang saya ganggu adalah Pak Eddy Henry :D Beliau menceritakan pengalaman dan ekspektasi yang diharapkan saat menjadi interviewer pada sebuah program. Cukup inspiratif bagi saya untuk menghadapi 'perang' esok hari.
Hari wawancara tiba, saya menjadi orang pertama. Deg deg an itu pasti, namun saya cukup percaya diri. Hari itu berjalan dengan cukup normal. Saya mengeluarkan apa yang bisa saya lakukan. Saya menunjukkan siapa saya tanpa berusaha menutupi, karena itupun akan percuma. Tidak mudah mengatakan sesuatu yang tidak pernah dilakukan di hadapan tim juri seperti itu.
Well, I nailed it!

Minggu, 27 Januari 2013

Melihat dengan Mata (Hati)

Menjadi peserta program internasional ternyata cukup membuat saya bekerja amat keras. Bukannya saya harus membanting tulang atau sejenisnya, namun pikiran saya harus di reset ulang, benar benar belajar lagi terutama bagaimana bergaul dengan orang dari negara lain. Teori 7 Habits, terutama be proactive, sangat berguna dalam hal seperti ini. Tadinya saya merasa sangat percaya diri, terbiasa berhadapan dengan orang dari negara lain dan berinteraksi dengan mereka membuat level pede saya terlalu tinggi, ternyata. Karena pada kenyataannya, saya masih sangat hijau dan perlu belajar banyak. Perlu observasi. Perlu menyusun strategi. Perlu tahu bagaimana berkomunikasi.

Maka, itulah yang saya lakukan. Saya melihat dengan seluruh mata yang ada dalam diri saya. Saya melihat dengan seluruh keterbukaan saya. Untuk mengerti. Untuk memahami. Dan akhirnya, akan saya bagi dengan anda. Apa yang saya lihat, dengar, rasa, raba, akan juga Anda alami.

Jadi, silakan duduk dengan tenang. Nikmati dan hayati. Cerita saya berawal dari sini...